TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN
Welcome friends Mohammad Nizam Mustaqim’s Blog. In this blog you will get some informations about :
my favorite writing for TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN | TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN I believe | TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN can give you inspiration and more others benefit
We have been providing the best information about TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim
my favorite writing for TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN | TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN I believe | TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN can give you inspiration and more others benefit
Laporan Teknik Penyimpanan Hari / Tanggal : Senin / 18 Februari 2013
dan
Penggudangan Dosen : Dr. Endang Warsiki, M.Si, S.Tp
Asisten :
1) Ariska Duti Lina (F34090101)
2)
Dimas Hendryanto (F34090135)
PENGAMATAN LAPANGAN
TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN
1.
Diki
Dwi Aji F34110036
2.
Alfiyan
Hudan Fauzi F34110037
3.
Mohammad
Nizam Mustaqim F34110043
2013
DEPARTEMEN
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penduduk Indonesia sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani. Beraneka ragam hasil pertanian dapat ditemukan di Indonesia
seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Komoditi hasil pertanian pada umumnya memiliki
sifat mudah rusak, musiman serta kamba, sehingga perlu adanya penanganan serius
dari para petani maupun konsumen agar barang yang mereka beli dapat bertahan
dalam jangka waktu lama. Untuk mensiasati hal ini, industri-industri di
Indonesia mengolah komoditi hasil pertanian tersbut menjadi suatu produk yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini sangat menguntungkan dari segi
pendapatan mengingat harga barang yang sudah diolah memiliki harga yang
relative tinggi dibandingkan dengan barang yang masih mentah. Akan tetapi
produk yang sudah diolah tidak menjamin bahwa barang tersebut tidak akan rusak.
Jika penanganan waktu penyimpanan tidak sesuai dengan aturan maka barang yang
telah dibelipun juga akan rusak. Oleh karena itu pengetahuan mengenai teknik
penyimpanan suatu komoditi maupun produk perlu diketahui.
1.2 Tujuan
Praktiukm ini bertujuan mengidentifikasi cara-cara penyimpanan yang biasa
dilakukan oleh konsumen dan distributor atau pedagang (di rumah tangga, pasar
tradisional, pasar modern). Mampu mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan
masing-masing teknik penyimpanan yang ada. Serta mampu memilih atau menentukan
teknik penyimpanan yang optimum untuk komoditi dan produk pertanian tertentu
berdasarkan sifat komoditi pertanian tersebut.
II. Tinjauan Pusataka
2.1 Telur
Telur adalah salah satu sumber protein hewani. Telur dapat
dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, dan tepung telur.
Jadi, telur adalah bahan hewani yang baik untuk dikonsumsi. Daya simpan telur
pada unggas biasanya amat pendek. Telur ayam merupakan telur unggas yang
umurnya paling pendek daripada umur telur unggas lainnya. Untuk memperpanjang
daya simpan dan kondisi telur tetap segar, telur tersebut perlu diperlakukan
secara khusus. Salah satu upayanya adalah dengan penyimpanan yang benar.
Menurut berikut cara penanganan telur. Pertama telur dicuci dan diletakkan di
lemari pendingin dengan kantung udara di atas, telur dicuci dan diletakkan di
lemari pendingin dengan kantung udara di bawah, telur dicuci dan diletakkan di
suhu kamar dengan kantung udara di atas, telur dicuci dan diletakkan di suhu
kamar dengan kantung udara di bawah, telur tidak dicuci dan diletakkan di
lemari pendingin dengan kantung udara di atas, telur tidak dicuci dan
diletakkan di lemari pendingin dengan kantung udara di bawah, telur tidak
dicuci dan diletakkan di suhu kamar dengan kantung udara di atas, dan telur
tidak dicuci dan diletakkan di suhu kamar dengan kantung udara di bawah.
Telur
harus diletakkan dengan posisi yang tepat. Surya (2008) menyatakan bahwa air yang
tertarik dari putih telur menyebabkan kuning telur berubah. Bobot kuning telur
bertambah, karena air berpindah dari putih telur ke kuning telur. Kuning telur
yang sebelumnya cembung menjadi agak datar, karena berat jenis air yang lebih
besar membuat kuning telur telur kehilangan daya cembung. Indeks kekuningan
pada telur berkurang, karena penetralan warna karena bercampurnya air dengan
kuning telur tersebut. Selain adanya perubahan pada putih telur, penguapan yang
menyebabkan adanya tekanan osmosis juga memengaruhi bobot dan derajat keasaman.
Derajat keasaman pada telur tidak dapat dilihat secara kasat mata, namun
derajat tersebut meningkat keasamannya (pH) karena hilangnya CO2.
Hilangnya CO2 disebabkan karena adanya pori-pori pada telur. Pori-pori
merupakan jalan pertukaran gas, sehingga udara dari dalam telur ditarik keluar
dan menyebabkan CO2 berkurang. (Rasyaf, 1991)
Telur
yang mengalami penyimpanan tentunya mengalami perubahan aroma. Perubahan
tersebut dapat terjadi baik pada suhu rendah, maupun pada suhu tinggi. Perubahan
aroma terjadi pada telur berumur 3-4 minggu pada udara terbuka dan 6-7 minggu
pada lemari pendingin. (Mudjajanto, 2008). Telur yang disimpan pada udara
terbuka dan pada lemari pendingin terdapat perbedaan. Telur yang diletakkan pada
lemari pendingin warna yang didapat lebih gelap dari pada warna yang didapat
pada telur di udara terbuka. Keamanan telur pada lemari pendingin lebih baik
dibanding dengan di udara terbuka. Telur ayam mempunyai mekanisme alamiah
pencegah bakteri salmonella agar tidak berkembang biak. Namun, enzim pencegah
ini hanya bertahan pada 10 hari pertama. Meningkatnya suhu tempat penyimpanan
dan rendahnya kelembaban, maka semakin cepat pula enzim pencegah ini kehilangan
fungsinya. Maka, simpanlah telur dalam lemari pendingin, karena salmonella akan
berkembang lambat
2.2 Minyak
Goreng
CIC (2003) menyatakan bahwa minyak
goreng atau cooking oil didefiniskan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara
memurnikan minyak nabati. Pemurnian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan kandungan logam, bau, asam bebas dan zat-zat warna. Berdasarkan
Amang (1996), minyak goreng dapat dikelompokkan menurut bahan bakunya menjadi
dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah minyak yang dihasilkan dari hewan
yang secara awam sering diistilahkan sebagai lemak (fat). Kelompok kedua adalah
minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan asam lemak
dari tumbuh-tumbuhan. Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia, minyak goreng
nabati diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Pertama adalah kelompok Industri
minyak goreng dari kelapa dengan kode KKI 15143. Kelompok selanjutnya, kode
15144 untuk minyak goreng dari kelapa sawit dan yang terakhir minyak goreng
nabati lainnya dari bahan nabati dengan kode 15145.
III. Metodologi
3.1 Bahan dan Tempat
Pengamatan
Bahan yang diamati meliputi minyak goring dan telur di pasar tradisional
dan modern.
3.2 Metode
3.2.1 Pengamatan
Terhadap
Produk
Pertanian
Minyak
goreng
|
Dibandingkan
teknik penyimpanan antara pasar tradisional, pasar modern dan rumah tangga
|
Diamati
mengenai teknik penyimpanan di pasar tradisional atau modern maupun rumah
tangga
|
Hasil
Pengamatan
|
3.2.2 Pengamatan
Terhadap
Komoditi
Pertanian
Minyak
goreng
|
Diamati
mengenai teknik penyimpanan di pasar tradisional atau modern maupun rumah
tangga
|
Dibandingkan
teknik penyimpanan antara pasar tradisional, pasar modern dan rumah tangga
|
Hasil
Pengamatan
|
III.
Hasil dan
Pembahasan
3.1 Hasil
Pengamatan
[Terlampir]
3.2 Pembahasan
Penyimpanan suatu komoditas pertanian harus
diperhatikan aspek tatalaksananya. Tatalaksana yaitu pengolahan dan penanganan
telur agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha dapat sampai ke
konsumen dengan kualitas yang masih baik dan segar. Tatalaksana antara lain
meliputi suhu, transportasi, pengepakan, dan penyimpanan (Harahap, 2007). Berdasarkan
hasil pengamatan, di salah satu pasar tradisional bogor dalam hal penyimpanan
telur menggunakan boks plastik. Penempatan telur dalam boks diletakkan secara
tidak teratur sehingga memungkinkan terjadinya benturan antar telur saat
diambil oleh konsumen. Selain itu boks penyimpanan telur diletakan dalam
ruangan kotor yang dapat menyebabkan telur terkontaminasi dengan debu ataupun
kotoran disekitar ruang penyimpanan. Padahal syarat perlindungan telur harus
terhindar dari debu, sengatan panas dan serangga (Syarief, 1990).
Menurut Gunardi et al, (1989) menyatakan bahwa suhu yang ada di badan ayam adalah
lebih tinggi dari suhu ruang. Pada waktu telur kelur dari badan ayam, telur
tersebut mengalami perubahan suhu lingkungan yang besar, yaitu dari 410 C ke
250 C. Akibatnya terjadi pendinginan dan penyusutan isi telur sehingga
terbentuk kantong udara diantara dua lapisan selaput kulit, biasanya pada ujung
yang tumpul dari lapisan kulit telur. Pada suhu lingkungan 200 C atau lebih
akan terjadi penguapan air dan gas CO2 dari dalam telur. Hal ini
menyebabkan akan kantong udara semakin membesar. Suhu yang tinggi menyebabkan
penipisan kerabang. Menurut Sunarlim (1988), kecepatan penurunan berat telur
dapat diperbesar pada suhu tinggi disertai dengan kelembaban relatif yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi suhu penyimpanan dan kelembaban
relatif yang rendah, maka semakin besar penguapan air dan pelepasan gas CO2
melalui pori-pori kerabang telur. Suhu disekitar ruang penyimpanan telur
sekitar 250C atau suhu ruang. Untuk intensitas cahaya sekitar ruang
penyimpanan cukup tinggi. Ketika siang hari memungkinkan tempat penyimpanan
terpapar cahaya secara langsung.
Komoditi telur di salah satu pasar
tradisional bogor dalam hal penyimpanan tidak ada sistem tumpukan barang. Telur
yang ada diletakan dalam satu boks ukuran sedang. Penyimpanan yang dilakukan
oleh salah satu pasar tradisional di bogor ini memungkinkan komoditi cepat
rusak akibat benturan antar telur, sehingga telur yang ada memungkinkan tidak
tahan lama dan sulit menerapkan sistem first
in first out (FIFO) dengan kondisi penyimpanan seperti ini. Dengan kondisi
ruang penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan telur terkontaminasi oleh
kotoran maupun debu yang ada di sekitar ruang penyimpanan. Karena tidak adanya
pengendalian hama yang dilakukan. Selain itu kondisi telur yang ada di dalam
kotak boks masih kotor dan dikhawatirkan selama penyimpanan bisa tumbuh mikroba
yang membahayakan bagi konsumen. Serta, waktu penyimpanan yang semakin lama
menyebabkan pori-pori semakin membesar dan lapisan mukosa jadi rusak. Air, gas
dan bateri lebih mudah melewati kerabang sehingga penurunan kualitas dan
kesegaran telur semakin cepat (Muchtadi, 1992). Telur segar yang disimpan pada
suhu kamar akan bertahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami
kerusakan (Syarief dan Halid, 1993).
Oleh karennya, pencegahan kerusakan perlu dilakukan pengawasan mutu dengan
mengambil beberapa telur sebagai sampel dan mengganti kemasan dengan kemasan
yang khusus diperuntukkan untuk telur.
Dibandingkan dengan pasar tradisional,
kondisi telur di pasar modern tampak bersih dan tidak tampak kotoran ayam di
sekitar cangkang telur. Telur yang berada di pasar modern ditempatkan dalam
krat telur sehingga benturan antar telur dapat diminimalisir. Kondisi ruang penyimpanan
lebih bersih dan rapi selain itu tidak ditemukannya kotoran yang tampak kasat
mata di sekitar ruang penyimpanan tersebut. Untuk suhu di sekitar ruang
penyimpanan sekitar 170C. Hal ini dikarenakan pada ruang penyimpanan
tersebut dipasang ruang pendingin sehingga suhu lebih terjaga. Untuk intensitas
cahaya di sekitar ruang penyimpanan tidak begitu tinggi dan cahaya matahari
juga tidak memapari secara langsung telur yang ada. Dalam penyimpanan telur di
salah satu pasar modern daerah bogor menggunakan teknik penumpukan sehingga
krat telur tersusun lebih rapi sehingga bisa diterapkan sistem first in first out. Untuk kemungkinan
kerusakan yang terjadi dalam hal penyimpanan yang dilakukan oleh salah satu
pasar modern di bogor sangat kecil. Hal ini karena telur diletakan dalam krat
sehingga meminimalisir benturan antar telur. Untuk kerusakan mikrobiologis
sendiri juga sangat kecil, karena dalam ruang tersebut telah dipasang alat
pendingin ruangan yang dapat menjaga kualitas telur dari kotoran, debu ataupun
virus. Untuk kerusakan biologis sendiri secara kasat mata tidak dapat diamati
secara spontan, harus membutuhkan waktu yang cukup lama.
Perbandingan cara penyimpanan baik di
pasar tradisional dan modern memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing.
Bila dilihat, di pasar tradisional biaya penyimpanan lebih murah namun peluang
terjadi kerusakan lebih besar sehingga lama penyimpanan pun akan berkurang.
Sedangkan sebaliknya di pasar modern, biaya penyimpanannya lebih mahal karena
menggunakan krat yang harganya relatif mahal tetapi peluang terjadinya
kerusakan kecil sehingga lama penyimpanan pun akan bertambah. Beberapa cara
pengepakan telur selama proses pemasaran pernah dibahas oleh Orr dan Fletcher
(1973) yang menunjukkan bahwa pengepakan telur dengan folding box, molded pulp, molded plastic dan hermeticaly scaled plastic
packages akan dapat mengurangi evaporasi air dan absorpsi bau yang tidak
diinginkan. Sifat pengepak telur yang berguna dalam pengemasan antara lain
dapat menghindari kerusakan fisik, mengurangi evaporasi air, mengurangi
kontaminasi kotoran dan penyerapan bau (Winarno, 1993). Pengemasan telur yang
baik mempunyai banyak kegunaan. Kegunaan yang paling penting adalah untuk
mengurangi kerusakan selama pengangkutan dan penjualan. Selain itu, kemasan
juga berperan untuk memudahkan konsumen dalam membawanya ( Sujionohadi et al, 2003).
Selain komoditi pertanian berupa
telur, dilakukan juga pengamatan terhadap produk pertanian dalam hal ini adalah
minyak goreng. Minyak goreng pada salah satu pasar tradisional di bogor
penyimpanannya kurang baik. Minyak goreng di pasar tradisional tersebut di
tempatkan dalam jerigen. Untuk kondisi ruang penyimpanan produk minyak goreng
di pasar tradisional ini sangat kotor. Kelembaban di sekitar ruang penyimpanan
cukup tinggi. Untuk intensitas cahaya tidak terlalu tinggi, akan tetapi ketika
dilakukan pengamatan terdapat beberapa minyak goreng yang terpapar langsung
sinar matahari. Selain itu terlihat juga beberapa jerigen tutupnya hanya
menggunakan plastik yang diikat dengan menggunakan karet. Teknik penumpukan minyak goreng terlihat tidak
teratur karena ada jurigen yang mencapai 3 tumpukkan dan terkesan tidak
beraturan sehingga kesulitan dalam pengambilan dan peletakannya kembali. Untuk
kerusakan yang mungkin terjadi dari produk minyak goreng ini adalah tumbuhnya
mikroba, karena paparan sinar matahari yang mengenai langsung dari wadah minyak
tersebut. Selain itu jurigen yang tutupnya hanya menggunakan plastik
memungkinkan tutup tersebut mudah lepas dan beresiko hewan-hewan kecil seperti
semut masuk ke dalam jurigen. Kondisi ruang sekitar penympanan yang lembab dapat
mengakibatkan tumbuhnya mikroba. Dengan kondisi penyimpanan yang seperti ini
memberikan peluang terjadinya kontaminasi yang dapat merusak kualitas minyak
goreng. Untuk mencegah kerusakan yang terjadi bisa dengan mengganti tutup
jerigen dan melakukan penumpukan secara teratur.
Pada pasar modern, minyak goreng
yang ada diletakkan dalam kemasan-kemasan plastik yang sudah tertutup rapat. Untuk
kondisi di sekitar ruang penyimpanan tampak bersih dan secara kasat mata tidak
terdapat kotoran yang ada. Di sekitar tempat penyimpanan juga telah terpasang
alat pendingin ruangan yang menjaga suhu agar tetap stabil dengan suhu sekitar
170C. Intensitas cahaya di sekitar ruang penyimpanan juga tidak
terlalu tinggi sehingga kualitas dari minyak goreng sendiri dapat terjaga. Teknik
penumpukkan di pasar modern dalam hal produk minyak goreng tidak ada. Minyak
goreng yang sudah dikemas dengan menggunakan plastik disusun rapi berbaris
kebelakang sehingga mudah dalam mengambil dan meletakkannya kembali. Selain
itu, kondisi minyak goreng juga terlihat bersih dan tidak terkontaminasi
kotoran. Untuk kerusakan fisik yang terjadi kemungkinannya sangat kecil hal ini
dikarenakan minyak goreng telah dikemas dengan menggunakan plastik. Selain itu
minyak goreng juga memungkinkan terjadinya migrasi baik itu dari kemasan ke
produk ataupun dari produk ke kemasan. Cara mencegah migrasi bsa dilakukan
pengawasan produk secara berkala sehingga keamanan pangan dapat dikontrol.
Pengendalian hama yang dilakukan dengan menjaga suhu ruang penyimpanan dan
kehigienisan ruang.
IV.
Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Kemasan transportasi merupakan hal
penting yang perlu diperhatikan dalam pengemasan khususnya sebagai kemasan
sekunder. Kemasn transportasi yang baik haruslah melindungi produk dari segala
kontaminandan mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko
kerusakan selama pengangkutan dan
penyimpanan. Parameter yang digunakan dalam kemasan transportasi juga meliputi
efisiensi ruang yang ada terhadap banyaknya tumpukan. Semakin kecil luas yang
dibutuhkan setiap box pada dasar tumpukan, semakin besar efisiensi tumpukannya.
Sebaliknya, semain besar luas yang dibutuhkan setiap box pada dasar tumpukan,
semakin kecil efisiensi tumpukan dalam suatu ruangan. Yang paling efisien dari
hasil praktikm adalah type 201 dengan susunan tumpukan jenis satu.
4.2 Saran
Dalam membuat
box, ukurannya perlu diperhatikan jangan asal-aslan saja, mengingat ukuran
suatu box tersebut akan mempengaruhi nilai efisiensi dari tumpukannya.
Daftar
Pustaka
Amang, B. 1996. Ekonomi
Minyak Goreng di Indonesia. IPB Press. Bogor.
CIC Consulting Group. 2003. Studi
Tentang Indonesia dan Pemasaran Minyak Goreng (Kelapa Sawit, Kelapa dan Nabati
lainnya) di Indonesia.. Jakarta: PT Corinthian Infopharma.
Gunardi,E.
Hardjosworo, P.S. Rukmiasih dan Ernawati. 1989. Penanganan Hasil Peternakan. Makalah Fakultas Politeknik Peternakan
Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Direktur Dikmejur Depdikbut.
Harahap,
S.U. 2007. Kajian Pengaruh Bahan Pelapis
dan Teknik Pengemasan Terhadap Perubahan Mutu Telur Ayam Buras Selama
Transportasi dan Penyimpanan Sekolah PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor, Bogor.
Muchtadi,
D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran
dan Buah-buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tinggi Pusat antar
Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Mudjajanto. 2008. Cara
Menyimpan Telur. Surabaya: Grasindo
Orr HL, DA
Fletcher. 1973. Egg and Egg Product.
Connecticut: The AVI Publishing Co Inc.
Rasyaf. 1991. Tips dan Trik Beternak Ayam Telur.
Semarang: Pustaka Sakti.
Sujionohadi,
K & Setiawan, A.I. 2003. Ayam Kampung
Petelur Perencanaan dan Pengelolaan Skala Rumah Tangga. Jakarta: Penerbit
Swadaya.
Sunarlim, R.
1988. Masalah Mutu
Telur dan Penanggulangannya. Poultry Indonesia.
Surya.2008.Karakteristil Telur.Jakarta: Gramedia.
Syarief,
R. 1990. Materi Pelatihan Singkat
Pengendalian Mutu dalam Industry Pangan dan Peran Pengemasan dalam Mempertahankan
Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
______,
R., Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan
Pangan. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
Penerbit Arcan.
Winarno, F. G.
1981. Madu Teknologi Khasiat dan Gizi.
Jakarta: Gramedia.
LAMPIRAN
1.
Penyimpanan
Telur (Pasar Tradisional)
2. Penyimpanan Telur (Pasar Modern)
3.
Penyimpanan
Minyak Goreng (Pasar Tradisional)
4.
Penyimpanan
Minyak Goreng (Pasar Modern)
We have been providing the best information about TEKNIK PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK PERTANIAN For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim
Comments
Post a Comment