ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna

Welcome friends  Mohammad Nizam Mustaqim’s Blog. In this blog you will get some informations about :
my favorite writing for ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna | ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna I believe | ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna can give you inspiration and more others benefit

TUGAS MATA KULIAH SATUAN PROSES

ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna
                                                                               

Description: Ipb.jpg





Anggota :

Mohammad Nizam Mustaqim                  (F34110043)
Mara Anda Rival                                      (F34110056)
Nursanti Fatimah                                      (F34110058)










DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN
Pembuatan gelatin dari mamalia terutama dari hewan babi atau sapi sangat beresiko dan memiliki beberapa keterbatasan dari aspek agama, sosial dan kesehatan. Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai bahan baku gelatin adalah gelatin yang berasal dari ikan. Surono et al (1994) dalam Fahrul (2005) menjelaskan tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total berat tubuh ikan. Kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara lagsung memperlihatkan terjadinya proses menua dan dapat memberi petanda bahwa seseorang telah memasuki usia senja sehingga diperlukan solusi efektif dalam mengatasi penuaan dini dengan produk yang berbahan dasar limbah ikan tuna dalam bentuk tablet effervescent.  Tablet jenis ini dpat menghasilkan gas karbon dioksida sehingga dapat memberikan efek sparkling (rasa seperti air soda) (Lieberman, et al., 1992). Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini terdiri dari penentuan kerangka pemikiran, gagasan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, pengambilan kesimpulan dan saran, dan rumusan solusi. Kerangka berpikirnya adalah belum optimalnya pemanfaatan potensi kemaritiman nasional dan tingginya angka impor gelatin sehingga diperlukan suatu inovasi gelatin. Selain itu permasalahan juga pada isu kehalalan gelatin. Oleh karenanya, untuk meningkatkan nilai tambah limbah perikanan ini diperlukan upaya peningkatan keberlanjutan maritim nasional dengan memanfaatkan gelatin. Gelatin alternatif dari ikan ini digunakan untuk menghasilkan  “ABET (Tablet Gelatin): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna”. Pemanfaatan nilai tambah ikan tuna sebagai gelatin juga menjadi sarana sosialisasi dan edukasi masyarakat serta pengembangan gelatin ikan tuna membukan kesempatan bisnis baru tentang potensi perikanan nasional. Peningkatan kesejahteraan nelayan pun akan meningkat karena ikan tangkapannya memiliki pasar tambahan yakni sebagai gelatin dan pangan. Dengan peningkatan kesejahteraan nelayan secara agregat akan membantu pembangunan nasional baik sumber daya manusia maupun ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan dapat mengurangi impor gelatin Indonesia secara signifikan.


1.             PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Gelatin adalah suatu polipeptida berasal dari kolagen dan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat binatang. Gelatin merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam pangan, farmasi, kedokteran, fotografi, dan kosmetika (Jongjareonrak et al.,2006). Indonesia mengimpor gelatin untuk kebutuhan dalam negeri lebih dari 6.200 ton gelatin (tahun 2003) atau senilai  US$ 6.962.237 dari berbagai negara (Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina, Argentina, dan Australia) dengan harga jual di pasar dalam negeri mencapai Rp. 60.000-70.000/kg. SKW biosystem (sebuah perusahaan gelatin multinasional) menyebutkan penggunaan gelatin dalam industri pangan mencapai angka sebesar 154.000 metriks ton. Gelatin yang dipergunakan untuk kapsul lunak (soft capsul) adalah +22.600 ton, dan +20.200 ton digunakan dalam pembuatan kapsul keras. Selain itu, +12.000 ton gelatin digunakan setiap tahunnya dalam aneka produk farmasi dan +6.000 ton gelatin digunakan dalam bidang teknis lainnya (LPPOM MUI, 2008).
Pembuatan gelatin dari mamalia terutama dari hewan babi atau sapi sangat beresiko dan memiliki beberapa keterbatasan dari aspek agama, sosial dan kesehatan. Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai bahan baku gelatin adalah gelatin yang berasal dari ikan. Surono et al. (1994) dalam Fahrul (2005) menjelaskan tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total berat tubuh ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (2011) memaparkan statistika penangkapan ikan tuna di Indonesia tahun 2010 mencapai 214.796 ton. Produksi ini mengalami peningkatan sebesar 5,18% dari tahun 2009 yang hanya mencapai 204.269 ton. Ikan tuna dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam olahan, diantaranya: abon, dendeng, bekasang, kerupuk, pupuk, silase, ikan kaleng dan lain-lain. Pemanfaatan ikan tuna tersebut biasanya menghasilkan limbah yang cukup tinggi pada bagian tulang, kulit, jeroan, dan kepala. Tulang dan kulit ikan tuna dapat menjadi jawaban permasalahan gelatin yang beredar di pasaran dan sumber gelatin yang memiliki kandungan yang tinggi. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi (2010) menjelaskan gelatin ikan tuna memiliki 6,54% kadar air; 1,93% kadar abu; 0,42% kadar lemak; dan 91,01% kadar protein.
Proses menua kulit berlangsung secara perlahan-lahan, batas waktu yang tepat antara terhentinya pertumbuhan fisik dan dimulainya proses menua tidak jelas. Kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara lagsung memperlihatkan terjadinya proses menua dan dapat memberi petanda bahwa seseorang telah memasuki usia senja. Hal ini disebabkan karena semua komponen yang ada dalam kulit, seperti keratinosit, fibroblast, kolagen dan matriks ekstra sel yang lain mengalami proses menua dan terjadi apoptosis yaitu kematian sel yang terprogram Proses ini merupakan proses penuaan meliputi seluruh organ tubuh seperti jantung,paru, ginjal, otak termasuk kulit. Di Indonesia jumlah kelompok usia 50 tahun keatas pada tahun 1988 kira-kira 12 juta dan naik menjadi 22 juta pada tahun 2000, diperkirakan pada tahun 2020 menjadi 11,34 % (Rosella, 2012). Oleh karenanya diperlukan solusi efektif dalam mengatasi penuaan dini dengan produk yang berbahan dasar limbah ikan tuna dalam peningkatan nilai tambah suatu komoditas.
1.2         Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah :
1.       Mengoptimalkan potensi limbah kulit dan tulang ikan tuna sebagai sumber alternatif gelatin.
2.       Memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam membantu memperbaiki jaringan ikat dengan produk yang bernilai tambah tinggi
1.3         Perumusan Masalah
Banyaknya sisa kemaritiman berupa tulang ikan laut menyebabkan limbah padat. Namun, penanganan terhadap limbah hasil sisa pengolahan ikan belum begitu diperhatikan sehingga terjadi pencemaran. Karya ini dirumuskan berdasarkan potensi limbah itulang ikan tuna sebagai produk minuman tablet multipelarut yang praktis untuk mengatasi kematian sel kolagen dalam kulit.
1.4         Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk mengetahui dan mengangkat potensi gelatin ikan Tuna tipe A dengan cara asam sebagai bahan untuk membuat tablet eversen yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengatasi penuaan dini. Selain itu, makalah  ini juga ingin mengangkat potensi lokal dalam rangka mengurangi impor gelatin nasional serta meningkatkan kesejahteraan nelayan nasional.



2.             TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Kolagen
Kolagen adalah protein berbentuk serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik. Poppe (1992) dalam Amiruldin (2003) menyatakan bahwa kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrate. Kolagen merupakan salah satu protein terpanjang dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Kolagen merupakan bahan baku utama yang banyak terdapat pada kulit, urat, pembuluh darah tulang dan tulang rawan. Serat kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling berhubungan, masing-masing tersusun dalam jenis khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin dan sekitar 11% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi. Fibril kolagen terdiri dari sub-unit polipeptida berulang yang disebut tropokolagen yang disusun dalam untaian paralel dari kepala sampai ekor. Lehninger (1990) menyatakan dalam Amiruldin (2003), tropokolagen terdiri atas tiga rantai polipeptida yang berpilin erat menjadi tiga untai tambang. Tiap rantai polipeptida dalam tropokolagen juga merupakan suatu heliks.
Kolagen merupakan bahan baku gelatin yang banyak terdapat pada kulit, urat, tulang rawan, dan tulang pada hewan. Kolagen adalah serabut protein yang mempunyai fungsi biologis yang unik. Wong (1989) dalam Fahrul (2005) menjelaskan bahwa kolagen tersusun oleh unit struktural tropokolagen yang berbentuk batang dengan panjang 3000Ã… dengan diameter 15Ã…, yang mengandung tiga unit polipeptida yang saling berpilin membentuk struktur triple helix.

2.2         Gelatin
Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit, dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah. Gelatin mempunyai titik leleh 350C, di bawah suhu tubuh manusia. Titik leleh inilah yang membuat produk gelatin mempunyai karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan pembentuk gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan karaginan yang merupakan senyawa karbohidrat. Secara fisik dan kimia, gelatin berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan berasa, larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta pelarut organik lainnya. Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya (Raharja, 2004). Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen (Geltech, 2007). Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan suhu yang dapat menghancurkan makro molekulnya (Wong, 1989) dalam Fahrul (2005).
Gelatin tersusun atas 18 asam amino yang saling terikat dan dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk rantai polimer yang panjang (Eastoe dan Leach, 1977) dalam Amiruldin (2007). Susunan asam amino gelatin dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1. Komposisi asam amino gelatin
Asam Amino
Jumlah (%)
Asam Amino
Jumlah (%)
Alanin
11,0
Lisin
4,5
Arginin
8,8
Metionin
0,9
Asam aspartat
6,7
Prolin
16,4
Asam glutamat
11,4
Serin
4,2
Genilalanin
2,2
Sistin
0,07
Glisin
27,5
Theorin
2,2
Histidin
0,78
Tirosin
0,3
Hidroksiprolin
14,1
Valin
2,6
Leusin dan iso leusin
5,1
Phenilalanin
1,9
Sumber: Eastoe dan Leach (1997)
          Berdasarkan proses pembuatannya terdapat dua jenis gelatin yaitu Tipe A dan Tipe B. Gelatin Tipe A diproduksi melalui proses asam sedangkan Tipe B diproduksi melalui proses basa. Pada proses pembuatan gelatin Tipe A melalui proses asam, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam organik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat, sedangkan proses produksi gelatin Tipe B melalui proses basa, perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam air kapur, proses ini sering dikenal sebagai proses alkali (Utama, 1997) dalam Safira (2003). Gelatin Tipe A biasanya berasal dari kulit babi, sedangkan gelatin Tipe B terutama berasal dari kulit dan tulang ruminansia (Imeson, 1992) dalam Safira (2003). Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Sifat gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat gelatin berdasarkan tipenya
Sifat
Tipe A
Tipe B
Kekuatan gel (bloom)
50,0-300,0
50,0-300,0
Viskositas (cP)
1,50-7,50
2,00-7,50
Kadar abu (%)
0,30-2,00
0,50-2,00
pH
3,80-6,00
5,00-7,10
Titik Isoelektrik
7,00-9,00
4,70-5,40
Sumber: GMIA (2007)
          Gelatin tipe A dihasilkan dari proses asam yang umumnya dihasilkan dari kulit babi, dimana molekul kolagennya muda, sedangkan gelatin tipe B dihasilkan dari proses asam dan basa, yang umumnya diperoleh dari tulang dan kulit sapi, dimana molekul kolagen helix ulir tiga (triple helix) lebih tua, ikatan silangnya lebih padat dan kompleks. Pada umumnya proses asam digunakan untuk bahan baku yang relatif lunak, sedangkan proses alkali diterapkan pada bahan baku yang relatif keras (GMAP, 2007). Asam mampu mengubah serat kolagen triple helix menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Oleh karena itu, perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen (Ward and Court, 1977) dalam Safira (2003).
          Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glykol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetra klorida, benzene, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Pada kondisi tertentu juga larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air (Viro, 1992). Gelatin umum tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air pada suhu diatas 45oC, kecuali bubuk gelatin yang diperoleh dengan spray drying. Gel gelatin melembut pada suhu 25o-28oC yang mana tergantung pada sel padatannya (Tranggono, et al., 1990).

2.3     Tablet Effervescent
          Effervescent didefenisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat pelarutan Effervescent adalah karbon dioksida sehingga dapat memberikan efek sparkling (rasa seperti air soda) (Lieberman, et al., 1992). Tablet Effervescent dibuat dengan cara mengempa formulasi sari buah dan bahan-bahan aktif berupa sumber asam dan sumber karbonat. Bila tablet effervescent dimasukkan ke dalam air, akan terjadi reaksi kimia antara sumber asam dan sumber karbonat tersebut sehingga membentuk garam natrium dari asam kemudian menghasilkan larutan gas dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Reaksinya berjalan cukup cepat dan biasanya dalam waktu kurang dari satu menit. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga memberikan rasa yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa (Arya, 2004).

2.4     Natrium Bikarbonat (NaHCO3)
       NaHCO3 akan menghasilkan gas CO2 yang dibutuhkan dalam proses karbonasi. Proses yang paling penting dalam pembuatan minuman ini adalah proses karbonasi karena rasa yang spesifik dan efek yang menyegarkan diberikan oleh proses karbonasi ini. Karbonasi merupakan pelarutan CO2 di dalam air dengan kondisi temperatur dan tekanan yang terkontrol. Penyerapan CO2 akan semakin banyak dengan naiknya tekanan dan turunnya temperatur. Keuntungan dari menggunakan NaHCO3 adalah relatif tidak mempengaruhi rasa, harganya relatif murah dan tingkat kemurniannya tinggi (Dania dan Hidayat, 2005). Natrium bikarbonat merupakan bagian terbesar sumber karbonat dengan kelarutan yang sangat baik di dalam air, higroskopis serta tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk sampai granular (Atwawijaya, 2004).



3                METODE PENULISAN
Metode penulisan dalam penulisan karya ilmiah ini lebih cenderung ke arah kajian pustaka dan diskusi dengan pihak lain yang telah memahami terlebih dahulu, baik dosen maupun orang yang lebih memahami tentang pemanfaatan potensi limbah ikan tuna. Sedangkan, metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini terdiri dari penentuan kerangka pemikiran, gagasan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, pengambilan kesimpulan dan saran, dan rumusan solusi. Diagram alir kerangka pemikiran diilustrasikan pada Gambar 1 dan proses tahap penulisan dapat dilihat pada Gambar 2.
 

















Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran







Tahap penulisan digambarkan dalam gambar berikut










Gambar 2. Tahap Penulisan

1.             Penentuan Gagasan
Karya tulis ini sesuai dengan tujuan awalnya yaitu untuk memberikan suatu solusi alternatif dalam membentuk karakter generasi masa depan lingkungan yang lebih baik.
2.             Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh deri penelusuran pustaka berupa buku, artikel, internet, jurnal, dan diskusi dan dosen.
4.       Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dengan penjabaran analisis secara deskriptif.
4.       Perumusan Solusi dan Penarikan Simpulan serta Saran
Rumusan solusi diperoleh berdasarkan hasil analisis data sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada secara efektif dan inovatif serta dampak yang akan ditimbulkan selanjutnya.Tahap terakhir penulisan karya tulis ialah berupa penarikan simpulan dari pembahasan sehingga dapat dihasilkan saran-saran yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang ada.


4                PEMBAHASAN

4.1     Cara Pembuatan ABET
 







                                                                                





Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan ABET

Reaksinya adalah sebagai berikut :
H3C6H5O7 + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2
Asam sitrat Na-Bikarbonat Na-Sitrat Air Karbon dioksida
H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2
Asam Tartarat Na-Bikarbonat Na-Tartarat Air Karbon dioksida

            Gelatin membantu meningkatkan produksi kolagen pada sel fibroblas manusia. Kolagen adalah protein yang terdapat pada lapisan paling bawah dari kulit yang membantu memperlambat terjadinya keriput dan menjaga kelenturan kulit (www.hd.co.id). Gelatin secara aktif bereaksi dengan matriks kulit dan rambut untuk memberi pengaruh positif, yaitu menjaga kesehatan serta keremajaan kulit dan rambut (Schrieber, 2007).
       Asam sitrat merupakan asam yang umum digunakan sebagai asam makanan dan harganya relatif murah. Asam ini memiliki kelarutan yang tinggi, mempunyai kekuatan asam yang tinggi dan tersedia dalam bentuk granular, anhidrous dan bentuk monohidrat. Selain itu, tersedia juga dalam bentuk serbuk. Asam ini sangat higroskopis, oleh karena itu penanganan dan penyimpanannya memerlukan perhatian khusus (Lieberman, et al., 1992). Asam tartarat merupakan asam yang biasa digunakan sebagai sumber asam effervescent. Asam tartarat kelarutannya lebih baik dan lebih higroskopis dibandingkan asam sitrat (Lieberman, et al., 1992).
       Asam malat merupakan asam yang digunakan dalam sistem effervescent. Asam ini bersifat higroskopis dan kelarutannya relatif cukup baik. Kekuatan asamnya lebih kecil dari asam sitrat dan asam tartarat tetapi dapat menghasilkan reaksi karbonasi ketika direaksikan dengan sumber basa (Lieberman, et al., 1992).
Asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal dan sangat larut dalam air. Vitamin C ditemukan hampir sepenuhnya dalam makanan nabati, yaitu sayuran dan buah-buahan segar (Winarno, 2002).
Reaksi di atas tidak dikehendaki terjadi sebelum effervescent dilarutkan, oleh karena itu kadar air bahan baku dan kelembaban lingkungan perlu dikendalikan tetap rendah untuk mencegah ketidakstabilan produk. Pengendalian akan berlangsung terus secara cepat karena hasil reaksi adalah air. Kelarutan dari bahan baku merupakan salah satu hal yang penting dalam pembuatan tablet effervescent jika kelarutannya kurang baik, maka reaksi tidak akan terjadi dan tablet tidak larut dengan cepat (Lieberman, et al., 1992).
Secara sederhana proses pembuatan tablet effervescent dibagi menjadi dua tahap yaitu :
1. Proses pencampuran
Proses pencampuran ini bertujuan untuk mendapatkan massa tablet yang homogen. Tujuan ini dapat dicapai bila sifat partikel penyusun campuran dan faktor lainnya yang mempengaruhi proses pencampuran adalah sama. Sifat fisis dari partikel yang mempengaruhi proses pencampuran adalah ukuran, bentuk, densitas dan kelembaban partikel, sedangkan faktor lainnya adalah kadar partikel. Pada proses pencampuran ini bahan-bahan yang dicampurkan meliputi sumber karbonat, sumber asam, bahan pengikat, bahan pengisi, bahan pelincir, bahan cita rasa dan bila perlu ditambahkan pewarna (Arya, 2004).
2. Proses pencetakan tablet
Pada prinsipnya, tablet dapat dibuat melalui kempa langsung atau granulasi, baik granulasi basah atau granulasi kering. Untuk menentukan metoda pembuatannya apakah dibuat kempa langsung atau granulasi sangat tergantung pada dosis dan sifat zat aktifnya. Dibandingkan dengan metoda granulasi, metoda kempa langsung dinilai lebih menguntungkan dalam hal penghematan waktu, peralatan, ruangan maupun energi yang dibutuhkan. Namun demikian, untuk metoda kempa langsung ini semua komponen tablet baik zat aktif, bahan pengisi, pengikat dan penghancur harus memiliki sifat alir dann kompresibilitas yang baik.
Pada proses pengempaan untuk zat aktif dengan dosis kecil hal ini tidak akan menjadi masalah selama homogenitasnya diperhatikan. Tetapi untuk zat aktif dengan dosis besar, jika sifat alir dan kompresibilitasnya tidak baik diperlukan bahan tambahan yang efektif untuk mengatasi sifat alir dan kompresibilitas (Arya, 2004).
Pada pembuatan tablet effervescent suhu dan RH (relative humidity) merupakan salah satu faktor yang sangat penting. RH yang rendah dan suhu yang rendah (cool) sangat penting untuk mencegah proses granulasi dan pembentukan tablet dari penyerapan uap air, yang menyebabkan ketidakstabilan tablet. Ruangan ber-RH maksimal 25% dan bersuhu 25oC, merupakan kondisi yang baik untuk proses pembuatan tablet effervescent (Lieberman, et al., 1992).
Sedangkan bila tablet dilarutkan di dalam air maka Reaksi NaHCO3 dalam air (Winarno, 2002) adalah sebagai berikut :
NaHCO3 Na+ + HCO3-
HCO3- + H2O H2CO3 + OH-
HCO3- CO3- + H-
            Keunggulan ABET adalah bisa bercampur pada berbagai pelarut (multi pelarut) yakni  berbentuk gel (kental) maupun larut dalam air. Pada industri pangan, gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer larut air yang berfungsi sebagai pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan pemantap emulsi (Imeson, 1992). Fungsi gelatin sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Hal inilah yang menjadikan ABET bila dicampurkan pada air suhu rendah dan suhu kamar akan berbentuk seperti gel yang kental karena gelatin tidak larut dalam air. Sedangkan menurut Vail et al., (1978), salah satu sifat gelatin adalah mudah dilarutkan pada air hangat. Prinsip inilah yang menjadikan ABET bisa larut bila dicampurkan air panas. Oleh karena itu, ABET memiliki keunggulan perubahan bentuk fisik baik menjadi gel maupun larutan tergantung selera konsumen.

4.2     Analisis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi       
            Pengembangan bioteknologi aplikasi gelatin ikan tuna sebagai bahan campuran pembuatan ABET yang berfungsi mengatasi penuaan dini  merupakan sebuah terobosan baru dalam  memberikan solusi pemanfaatan sumber daya kemaritiman  dan alternatif  pangan gelatin. Selain itu, pemanfaatan ikan tuna yang merupakan peningkatan nilai tambah komoditas perikanan dan kelautan Indonesia. Hal ini juga dapat memperbaiki kelemahan  komoditas pertanian yang  mudah rusak, harga murah, musiman, dan kamba dengan mengolahnya secara bioagroindustri. Adanya subtitusi gelatin ikan tuna sebagai gelatin tablet menunjukkan bahwa komoditas perikanan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan yang bernilai tambah tinggi.

4.3     Analisis Sosial Ekonomi
Pengembangan bioteknologi aplikasi gelatin ikan tuna sebagai bahan campuran pembuatan ABET yang berfungsi mengatasi penuaan dini  merupakan upaya peningkatan nilai tambah suatu komoditas perikanan. Added value  ini dapat dijadikansalah satu cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama nelayan ikan tuna. Pemanfaatan nilai tambah ikan tuna sebagai gelatin juga menjadi sarana sosialisasi dan edukasi masyarakat mengenai agroindustri dalam meningkatkan nilai suatu komoditas dengan menjadikannya suatu produk.
   Selain itu , pengembangan gelatin ikan tuna membukan kesempatan bisnis baru tentang potensi perikanan nasional.Peningkatan kesejahteraan nelayan pun akan meningkat karena ikan tangkapannya memiliki pasar tambahan yakni sebagai gelatin dan pangan. Dengan peningkatan kesejahteraan nelayan secara agregat akan membantu pembangunan nasional baik sumber daya manusia maupun ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan dapat mengurangi impor gelatin Indonesia secara signifikan. Data impor gelatin Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3 . Data impor gelatin Indonesia 2002-2006    
Tahun
Bobot (Kg)
Nilai (US$)
2002
4.291.579
10.749.199
2003
2.144.372
6.801.882
2004
2.145.916
8.001.714
2005
2.630.692
8.064.802
JAN-MEI 2006
1.214.111
4.215.779
2007
2.715.782
9.535.128
Sumber : BPS (2007)
Berdasarkan data sampai tahun 2007, dapat diketahui bahwa rata-rata impor gelatin adalah 2 juta/tahun dengan nilai impor dollar yang tinggi. Apabila nilai mata uang dolar terhadap rupiah semakin menguat maka nilai impor gelatin per tahunnya akan meningkat pesat. Oleh karenanya dibutuhkan alternatif gelatin ikan tuna yang akan memberikan dampak positif bagi peningkatan nilai tambah komoditas lokal dan kesejahteraan nelayan. Penggantian gelatin dengan sumber ikan tuna ini diharapkan dapat mengurangi jumlah impor gelatin nasional sekaligus menjadi pondasi dasar Indonesia dalam eksplorasi perikanan untuk menghadapi persaingan perdagangan bebas AFTA 2015. Selain itu, dengan sumber gelatin ikan dapat menggantikan sumber gelatin babi yang selama ini banyak digunakan namun sering menimbulkan banyak isu terkait kehalalannya di negara yang mayorits beragama Islam seperti Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan permintaan pasar terhadap gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan terkini mengindikasikan produksi gelatin dunia mendekati angka 326.000 ton per tahun, dimana gelatin dari kulit babi sebesar 46%, dari kulit sapi sebesar 29,4%, dari tulang sapi sebesar 23,1%, dan dari sumber lain sebesar 1,5% (Karim dan Bhat, 2009).


5                PENUTUP

4.1       Kesimpulan
            Gelathyn Tablet (ABET) dibuat dari gelatin Tipe A dengan memanfaatkan hasil limbah kulit dan tulang ikan tuna. Pemanfaatan gelatin dari limbah kulit dan tulang ikan tuna merupakan solusi permasalahan gelatin bagi beberapa manusia beragama. Gelatin ikan tuna memiliki fungsi sebagai minuman yang memiliki khasiat dalam mengatasi penuaan dini.  Selain itu, pengembangan gelatin ikan tuna membukan kesempatan bisnis baru tentang potensi perikanan nasional.Peningkatan kesejahteraan nelayan pun akan meningkat karena ikan tangkapannya memiliki pasar tambahan yakni sebagai gelatin dan pangan. Dengan peningkatan kesejahteraan nelayan secara agregat akan membantu pembangunan nasional baik sumber daya manusia maupun ekonomi bangsa Indonesia.

4.2       Saran
   Perlu dilakukan pengembangan terhadap produk ABET sebagai upaya peningkatan nilai tambah limbah ikan tuna.


DAFTAR PUSTAKA
Amiruldin, M. 2007. Pembuatan dan Analisis Karakteristik Gelatin dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus Albacares).Skripsi.Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2007. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor.
Jakarta.
Fahrul.2005. Kajian Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga)dan Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku Industri.
Imeson A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. UK:Blackie Academic and Professional.
Jongjareonrak, A., Benjakul, S., Visessanguan, W., dan Tanaka, M. 2006. Skin gelation from bigeye snapper and brownstripe red snapper: Chemical composition and effect of mcrobial transglutaminase on gel properties. Food Hydrocolloids (In press).
 [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.
 [LPPOM MUI]. Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat Makanan. 2008. Halal menentramkan umat. Jurnal Halal72.
Safira. 2004. Aplikasi Gelatin Tipe A sebagai Bahan Pengental dalam Pembuatan Skin Lotion. Skripsi.Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Vail, E.G., J.A. Philips, L.O. Rust, R.M. Griswold dan M.M. Justin.1978.Foods.7th ed. Boston: Houghton Mifflin Company.








We have been providing the best information about ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Desain Kemasan

ESAI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Penantian Berharga Pasca Kampus #KesempatanKedua