ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna
Welcome friends Mohammad Nizam Mustaqim’s Blog. In this blog you will get some informations about :
my favorite writing for ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna | ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna I believe | ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna can give you inspiration and more others benefit
We have been providing the best information about ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim
my favorite writing for ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna | ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna I believe | ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna can give you inspiration and more others benefit
TUGAS MATA KULIAH SATUAN PROSES
ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan
Tuna
Anggota :
Mohammad Nizam Mustaqim (F34110043)
Mara Anda Rival (F34110056)
Nursanti Fatimah (F34110058)
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI
PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN
Pembuatan gelatin dari mamalia terutama dari hewan babi atau sapi sangat
beresiko dan memiliki beberapa keterbatasan dari aspek agama, sosial dan
kesehatan. Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai bahan baku gelatin
adalah gelatin yang berasal dari ikan. Surono et al (1994) dalam Fahrul (2005) menjelaskan tulang dan kulit ikan
sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total berat
tubuh ikan. Kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara lagsung
memperlihatkan terjadinya proses menua dan dapat memberi petanda bahwa seseorang
telah memasuki usia senja sehingga diperlukan solusi efektif dalam mengatasi penuaan
dini dengan produk yang berbahan dasar limbah ikan tuna dalam bentuk tablet effervescent. Tablet jenis ini dpat menghasilkan gas karbon
dioksida sehingga dapat memberikan efek sparkling
(rasa seperti air soda) (Lieberman, et
al., 1992). Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini
terdiri dari penentuan kerangka pemikiran, gagasan, pengumpulan data,
pengolahan dan analisis data, pengambilan kesimpulan dan saran, dan rumusan
solusi. Kerangka berpikirnya adalah belum optimalnya pemanfaatan potensi
kemaritiman nasional dan tingginya angka impor gelatin sehingga diperlukan
suatu inovasi gelatin. Selain itu permasalahan juga pada isu kehalalan gelatin.
Oleh karenanya, untuk meningkatkan nilai tambah limbah perikanan ini diperlukan
upaya peningkatan keberlanjutan maritim nasional dengan memanfaatkan gelatin.
Gelatin alternatif dari ikan ini digunakan untuk menghasilkan “ABET (Tablet Gelatin): Produk Minuman Tablet
Effervescent Multi Pelarut Praktis
Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna”. Pemanfaatan nilai tambah ikan tuna sebagai
gelatin juga menjadi sarana sosialisasi dan edukasi masyarakat serta pengembangan gelatin ikan tuna
membukan kesempatan bisnis baru tentang potensi perikanan nasional. Peningkatan
kesejahteraan nelayan pun akan meningkat karena ikan tangkapannya memiliki
pasar tambahan yakni sebagai gelatin dan pangan. Dengan peningkatan
kesejahteraan nelayan secara agregat akan membantu pembangunan nasional baik
sumber daya manusia maupun ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan dapat
mengurangi impor gelatin Indonesia secara signifikan.
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gelatin adalah suatu polipeptida berasal
dari kolagen dan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat binatang. Gelatin merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam pangan, farmasi, kedokteran, fotografi, dan
kosmetika
(Jongjareonrak et al.,2006). Indonesia
mengimpor gelatin untuk kebutuhan dalam negeri lebih dari 6.200 ton gelatin (tahun 2003) atau
senilai US$ 6.962.237 dari berbagai negara (Perancis, Jepang, India, Brazil,
Jerman, Cina, Argentina, dan Australia) dengan harga jual di pasar dalam negeri
mencapai Rp. 60.000-70.000/kg. SKW biosystem (sebuah perusahaan
gelatin multinasional) menyebutkan penggunaan gelatin dalam industri
pangan mencapai angka sebesar 154.000 metriks ton. Gelatin yang dipergunakan untuk
kapsul lunak (soft capsul) adalah +22.600 ton, dan +20.200
ton digunakan dalam pembuatan kapsul keras. Selain itu, +12.000 ton gelatin digunakan setiap tahunnya dalam aneka produk
farmasi dan +6.000 ton gelatin digunakan dalam bidang teknis lainnya (LPPOM MUI, 2008).
Pembuatan gelatin
dari mamalia terutama dari hewan babi atau sapi sangat beresiko dan memiliki
beberapa keterbatasan dari aspek agama, sosial dan kesehatan. Sumber utama lain yang sangat
potensial sebagai bahan baku gelatin adalah gelatin yang berasal dari ikan.
Surono et al. (1994) dalam Fahrul (2005) menjelaskan tulang dan kulit
ikan sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total
berat tubuh ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (2011)
memaparkan statistika penangkapan ikan tuna di Indonesia tahun 2010 mencapai 214.796
ton. Produksi ini mengalami peningkatan sebesar 5,18% dari tahun 2009 yang
hanya mencapai 204.269 ton. Ikan tuna dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam
olahan, diantaranya: abon, dendeng, bekasang, kerupuk, pupuk, silase, ikan
kaleng dan lain-lain. Pemanfaatan ikan tuna tersebut biasanya menghasilkan
limbah yang cukup tinggi pada bagian tulang, kulit, jeroan, dan kepala. Tulang
dan kulit ikan tuna dapat menjadi jawaban permasalahan gelatin yang beredar di
pasaran dan sumber gelatin yang memiliki kandungan yang tinggi. Balai Besar
Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi (2010) menjelaskan gelatin ikan tuna
memiliki 6,54% kadar air; 1,93% kadar abu; 0,42% kadar lemak; dan 91,01% kadar
protein.
Proses menua kulit berlangsung secara perlahan-lahan, batas waktu
yang tepat antara terhentinya pertumbuhan fisik dan dimulainya proses menua
tidak jelas. Kulit
merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara lagsung memperlihatkan
terjadinya proses menua dan dapat memberi petanda bahwa seseorang telah
memasuki usia senja. Hal ini disebabkan karena semua komponen yang ada dalam
kulit, seperti keratinosit, fibroblast, kolagen dan matriks ekstra sel yang
lain mengalami proses menua dan terjadi apoptosis yaitu kematian sel yang
terprogram Proses ini merupakan proses penuaan meliputi seluruh organ tubuh
seperti jantung,paru, ginjal, otak termasuk kulit. Di Indonesia jumlah kelompok
usia 50 tahun keatas pada tahun 1988 kira-kira 12 juta dan naik menjadi 22 juta
pada tahun 2000, diperkirakan pada tahun 2020 menjadi 11,34 % (Rosella, 2012). Oleh karenanya diperlukan solusi efektif
dalam mengatasi penuaan dini dengan produk yang berbahan dasar limbah ikan tuna
dalam peningkatan nilai tambah suatu komoditas.
1.2
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah :
1. Mengoptimalkan potensi limbah kulit dan
tulang ikan tuna sebagai sumber alternatif gelatin.
2. Memberikan solusi yang efektif dan
efisien dalam membantu memperbaiki
jaringan ikat dengan produk yang bernilai tambah tinggi
1.3
Perumusan
Masalah
Banyaknya
sisa kemaritiman berupa tulang ikan laut menyebabkan limbah padat. Namun, penanganan terhadap limbah
hasil sisa pengolahan ikan belum begitu diperhatikan sehingga terjadi
pencemaran. Karya ini dirumuskan berdasarkan potensi limbah itulang
ikan tuna sebagai produk minuman tablet multipelarut yang praktis untuk
mengatasi kematian sel kolagen dalam kulit.
1.4
Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk mengetahui dan
mengangkat potensi gelatin ikan Tuna tipe A dengan cara asam sebagai bahan untuk
membuat tablet eversen yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengatasi
penuaan dini.
Selain itu, makalah ini juga ingin
mengangkat potensi lokal dalam rangka mengurangi impor gelatin nasional serta
meningkatkan kesejahteraan nelayan nasional.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kolagen
Kolagen adalah protein
berbentuk serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik. Poppe
(1992) dalam Amiruldin (2003) menyatakan bahwa kolagen merupakan komponen
struktural utama dari jaringan pengikat putih (white connective tissue)
yang meliputi hampir 30%
dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrate. Kolagen
merupakan salah satu protein terpanjang dengan jumlah paling banyak pada tubuh
vertebrata. Kolagen merupakan bahan baku utama yang
banyak terdapat pada kulit, urat, pembuluh darah tulang dan tulang rawan. Serat
kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling berhubungan,
masing-masing tersusun dalam jenis khusus heliks berputar. Kolagen
merupakan protein yang mengandung 35% glisin dan sekitar 11% alanin serta
kandungan prolin yang cukup tinggi. Fibril kolagen terdiri dari sub-unit
polipeptida berulang yang disebut tropokolagen yang disusun dalam untaian paralel
dari kepala sampai ekor. Lehninger (1990) menyatakan
dalam Amiruldin (2003), tropokolagen
terdiri atas tiga rantai polipeptida yang berpilin erat menjadi tiga untai
tambang. Tiap rantai polipeptida dalam tropokolagen juga merupakan suatu
heliks.
Kolagen merupakan bahan baku
gelatin yang banyak terdapat pada kulit, urat, tulang rawan, dan tulang pada hewan.
Kolagen adalah serabut protein yang mempunyai fungsi biologis yang unik. Wong
(1989) dalam Fahrul (2005) menjelaskan bahwa kolagen tersusun oleh unit
struktural tropokolagen yang berbentuk batang dengan panjang 3000Ã… dengan
diameter 15Ã…, yang mengandung tiga unit polipeptida yang saling berpilin membentuk
struktur triple helix.
2.2
Gelatin
Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang
diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan
kulit, dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah. Gelatin mempunyai
titik leleh 350C, di bawah suhu tubuh manusia. Titik leleh inilah
yang membuat produk gelatin mempunyai karakteristik yang unik bila dibandingkan
dengan bahan pembentuk gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan
karaginan yang merupakan senyawa karbohidrat. Secara fisik dan kimia, gelatin
berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau
dan berasa, larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta pelarut
organik lainnya. Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot
asalnya (Raharja, 2004). Gelatin dapat diperoleh dengan cara
denaturasi panas dari kolagen (Geltech, 2007). Pemanasan kolagen secara
bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Berat
molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan suhu
yang dapat menghancurkan makro molekulnya (Wong, 1989) dalam Fahrul (2005).
Gelatin tersusun atas 18 asam
amino yang saling terikat dan dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk
rantai polimer yang panjang (Eastoe dan Leach, 1977) dalam Amiruldin (2007).
Susunan asam amino gelatin dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1. Komposisi asam amino gelatin
Asam
Amino
|
Jumlah
(%)
|
Asam
Amino
|
Jumlah
(%)
|
Alanin
|
11,0
|
Lisin
|
4,5
|
Arginin
|
8,8
|
Metionin
|
0,9
|
Asam aspartat
|
6,7
|
Prolin
|
16,4
|
Asam glutamat
|
11,4
|
Serin
|
4,2
|
Genilalanin
|
2,2
|
Sistin
|
0,07
|
Glisin
|
27,5
|
Theorin
|
2,2
|
Histidin
|
0,78
|
Tirosin
|
0,3
|
Hidroksiprolin
|
14,1
|
Valin
|
2,6
|
Leusin dan iso leusin
|
5,1
|
Phenilalanin
|
1,9
|
Sumber:
Eastoe dan Leach (1997)
Berdasarkan
proses pembuatannya terdapat dua jenis gelatin yaitu Tipe A dan Tipe B.
Gelatin Tipe A diproduksi melalui proses asam sedangkan Tipe B diproduksi
melalui proses basa. Pada proses pembuatan gelatin Tipe A melalui proses asam,
bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam organik seperti asam
klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat, sedangkan proses produksi
gelatin Tipe B melalui proses basa, perlakuan yang diberikan adalah perendaman
dalam air kapur, proses ini sering dikenal sebagai proses alkali (Utama, 1997)
dalam Safira (2003). Gelatin Tipe A biasanya berasal dari kulit babi, sedangkan
gelatin Tipe B terutama berasal dari kulit dan tulang ruminansia (Imeson, 1992)
dalam Safira (2003). Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai
gelatin tipe A. Sifat
gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat gelatin berdasarkan tipenya
Sifat
|
Tipe A
|
Tipe B
|
Kekuatan
gel (bloom)
|
50,0-300,0
|
50,0-300,0
|
Viskositas
(cP)
|
1,50-7,50
|
2,00-7,50
|
Kadar abu
(%)
|
0,30-2,00
|
0,50-2,00
|
pH
|
3,80-6,00
|
5,00-7,10
|
Titik
Isoelektrik
|
7,00-9,00
|
4,70-5,40
|
Sumber: GMIA (2007)
Gelatin
tipe A dihasilkan dari proses asam yang umumnya dihasilkan dari kulit
babi, dimana molekul kolagennya muda, sedangkan gelatin tipe B dihasilkan dari
proses asam dan basa, yang umumnya diperoleh dari tulang dan kulit sapi, dimana
molekul kolagen helix ulir tiga (triple helix) lebih tua, ikatan silangnya
lebih padat dan kompleks. Pada umumnya proses asam digunakan untuk bahan baku
yang relatif lunak, sedangkan proses alkali diterapkan pada bahan baku yang
relatif keras (GMAP, 2007). Asam mampu mengubah serat kolagen triple helix
menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu
menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah
kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa.
Oleh karena
itu,
perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menghidrolisis kolagen (Ward and Court, 1977) dalam Safira (2003).
Gelatin
larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen
glykol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon
tetra klorida, benzene, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Pada kondisi
tertentu juga larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air (Viro, 1992). Gelatin
umum tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air pada suhu diatas 45oC,
kecuali bubuk gelatin yang diperoleh dengan spray drying. Gel gelatin melembut
pada suhu 25o-28oC yang mana tergantung pada sel
padatannya (Tranggono, et al., 1990).
2.3 Tablet
Effervescent
Effervescent
didefenisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung gas sebagai
hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat pelarutan Effervescent
adalah karbon dioksida sehingga dapat memberikan efek sparkling (rasa seperti
air soda) (Lieberman, et al., 1992). Tablet Effervescent dibuat dengan cara mengempa
formulasi sari buah dan bahan-bahan aktif berupa sumber asam dan sumber
karbonat. Bila tablet effervescent dimasukkan ke dalam air, akan terjadi reaksi
kimia antara sumber asam dan sumber karbonat tersebut sehingga membentuk garam
natrium dari asam kemudian menghasilkan larutan gas dalam bentuk karbon
dioksida (CO2). Reaksinya berjalan cukup cepat dan biasanya dalam waktu kurang
dari satu menit. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga
memberikan rasa yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa
(Arya, 2004).
2.4
Natrium Bikarbonat (NaHCO3)
NaHCO3 akan menghasilkan gas CO2 yang
dibutuhkan dalam proses karbonasi. Proses yang paling penting dalam pembuatan
minuman ini adalah proses karbonasi karena rasa yang spesifik dan efek yang
menyegarkan diberikan oleh proses karbonasi ini. Karbonasi merupakan pelarutan
CO2 di dalam air dengan kondisi temperatur dan tekanan yang terkontrol.
Penyerapan CO2 akan semakin banyak dengan naiknya tekanan dan turunnya
temperatur. Keuntungan dari menggunakan NaHCO3 adalah relatif tidak
mempengaruhi rasa, harganya relatif murah dan tingkat kemurniannya tinggi
(Dania dan Hidayat, 2005). Natrium bikarbonat merupakan bagian terbesar sumber
karbonat dengan kelarutan yang sangat baik di dalam air, higroskopis serta
tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk sampai granular (Atwawijaya,
2004).
3
METODE
PENULISAN
Metode
penulisan dalam penulisan karya ilmiah ini lebih cenderung ke arah kajian
pustaka dan diskusi dengan pihak lain yang telah memahami terlebih dahulu, baik
dosen maupun orang yang lebih memahami tentang pemanfaatan
potensi limbah ikan tuna. Sedangkan, metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini terdiri
dari penentuan kerangka pemikiran, gagasan, pengumpulan data, pengolahan dan
analisis data, pengambilan kesimpulan dan saran, dan rumusan solusi. Diagram alir kerangka pemikiran
diilustrasikan pada Gambar 1 dan proses tahap penulisan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar
1. Diagram alir kerangka pemikiran
Tahap
penulisan digambarkan dalam gambar berikut
Gambar
2. Tahap Penulisan
1.
Penentuan Gagasan
Karya tulis ini sesuai dengan tujuan
awalnya yaitu untuk memberikan suatu solusi alternatif dalam membentuk karakter
generasi masa depan lingkungan yang lebih baik.
2.
Pengumpulan Data
Data
yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh deri penelusuran pustaka
berupa buku, artikel, internet, jurnal, dan diskusi dan dosen.
4. Pengolahan
dan Analisis Data
Pengolahan
dan analisis data dilakukan secara kualitatif dengan penjabaran analisis secara
deskriptif.
4. Perumusan
Solusi dan Penarikan Simpulan serta Saran
Rumusan
solusi diperoleh berdasarkan hasil analisis data sehingga dapat mengatasi
permasalahan yang ada secara efektif dan inovatif serta dampak yang akan ditimbulkan selanjutnya.Tahap
terakhir penulisan karya tulis ialah berupa penarikan simpulan dari pembahasan
sehingga dapat dihasilkan saran-saran yang diperlukan berkaitan dengan
permasalahan yang ada.
4
PEMBAHASAN
4.1 Cara Pembuatan ABET
Gambar 1.
Diagram Alir Pembuatan ABET
Reaksinya adalah sebagai berikut :
H3C6H5O7 + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2
Asam sitrat Na-Bikarbonat Na-Sitrat Air Karbon dioksida
H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2
Asam Tartarat Na-Bikarbonat Na-Tartarat Air Karbon dioksida
Gelatin membantu
meningkatkan produksi kolagen pada sel fibroblas manusia. Kolagen adalah
protein yang terdapat pada lapisan paling bawah dari kulit yang membantu
memperlambat terjadinya keriput dan menjaga kelenturan kulit (www.hd.co.id). Gelatin secara aktif bereaksi
dengan matriks kulit dan rambut untuk memberi pengaruh positif, yaitu menjaga
kesehatan serta keremajaan kulit dan rambut (Schrieber, 2007).
Asam
sitrat merupakan asam yang umum digunakan sebagai asam makanan dan harganya
relatif murah. Asam ini memiliki kelarutan yang tinggi, mempunyai kekuatan asam
yang tinggi dan tersedia dalam bentuk granular, anhidrous dan bentuk
monohidrat. Selain itu, tersedia juga dalam bentuk serbuk. Asam ini sangat
higroskopis, oleh karena itu penanganan dan penyimpanannya memerlukan perhatian
khusus (Lieberman, et al., 1992). Asam tartarat merupakan asam yang biasa
digunakan sebagai sumber asam effervescent. Asam tartarat kelarutannya lebih
baik dan lebih higroskopis dibandingkan asam sitrat (Lieberman, et al., 1992).
Asam
malat merupakan asam yang digunakan dalam sistem effervescent. Asam ini
bersifat higroskopis dan kelarutannya relatif cukup baik. Kekuatan asamnya
lebih kecil dari asam sitrat dan asam tartarat tetapi dapat menghasilkan reaksi
karbonasi ketika direaksikan dengan sumber basa (Lieberman, et al., 1992).
Asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal
dan sangat larut dalam air. Vitamin C ditemukan hampir sepenuhnya dalam makanan
nabati, yaitu sayuran dan buah-buahan segar (Winarno, 2002).
Reaksi di atas tidak dikehendaki terjadi sebelum
effervescent dilarutkan, oleh karena itu kadar air bahan baku dan kelembaban
lingkungan perlu dikendalikan tetap rendah untuk mencegah ketidakstabilan
produk. Pengendalian akan berlangsung terus secara cepat karena hasil reaksi
adalah air. Kelarutan dari bahan baku merupakan salah satu hal yang penting
dalam pembuatan tablet effervescent jika kelarutannya kurang baik, maka reaksi
tidak akan terjadi dan tablet tidak larut dengan cepat (Lieberman, et al.,
1992).
Secara sederhana proses pembuatan tablet
effervescent dibagi menjadi dua tahap yaitu :
1. Proses pencampuran
Proses pencampuran ini bertujuan untuk
mendapatkan massa tablet yang homogen. Tujuan ini dapat dicapai bila sifat partikel
penyusun campuran dan faktor lainnya yang mempengaruhi proses pencampuran
adalah sama. Sifat fisis dari partikel yang mempengaruhi proses pencampuran
adalah ukuran, bentuk, densitas dan kelembaban partikel, sedangkan faktor
lainnya adalah kadar partikel. Pada proses pencampuran ini bahan-bahan yang
dicampurkan meliputi sumber karbonat, sumber asam, bahan pengikat, bahan
pengisi, bahan pelincir, bahan cita rasa dan bila perlu ditambahkan pewarna
(Arya, 2004).
2. Proses pencetakan tablet
Pada prinsipnya, tablet dapat dibuat melalui
kempa langsung atau granulasi, baik granulasi basah atau granulasi kering.
Untuk menentukan metoda pembuatannya apakah dibuat kempa langsung atau
granulasi sangat tergantung pada dosis dan sifat zat aktifnya. Dibandingkan dengan
metoda granulasi, metoda kempa langsung dinilai lebih menguntungkan dalam hal
penghematan waktu, peralatan, ruangan maupun energi yang dibutuhkan. Namun
demikian, untuk metoda kempa langsung ini semua komponen tablet baik zat aktif,
bahan pengisi, pengikat dan penghancur harus memiliki sifat alir dann
kompresibilitas yang baik.
Pada proses pengempaan untuk zat aktif dengan
dosis kecil hal ini tidak akan menjadi masalah selama homogenitasnya
diperhatikan. Tetapi untuk zat aktif dengan dosis besar, jika sifat alir dan
kompresibilitasnya tidak baik diperlukan bahan tambahan yang efektif untuk
mengatasi sifat alir dan kompresibilitas (Arya, 2004).
Pada pembuatan tablet effervescent suhu dan RH
(relative humidity) merupakan salah satu faktor yang sangat penting. RH yang
rendah dan suhu yang rendah (cool) sangat penting untuk mencegah proses
granulasi dan pembentukan tablet dari penyerapan uap air, yang menyebabkan
ketidakstabilan tablet. Ruangan ber-RH maksimal 25% dan bersuhu 25oC, merupakan
kondisi yang baik untuk proses pembuatan tablet effervescent (Lieberman, et
al., 1992).
Sedangkan bila tablet dilarutkan di dalam air maka Reaksi NaHCO3 dalam
air (Winarno, 2002) adalah sebagai berikut :
NaHCO3 Na+ + HCO3-
HCO3- + H2O H2CO3 + OH-
HCO3- CO3- + H-
Keunggulan ABET adalah bisa bercampur
pada berbagai pelarut (multi pelarut) yakni
berbentuk gel (kental) maupun larut dalam air. Pada industri pangan,
gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer larut air yang berfungsi sebagai
pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan pemantap emulsi (Imeson, 1992). Fungsi
gelatin sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi padatan yang
elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Hal inilah yang menjadikan ABET
bila dicampurkan pada air suhu rendah dan suhu kamar akan berbentuk seperti gel
yang kental karena gelatin tidak larut dalam air. Sedangkan menurut Vail et al., (1978), salah satu sifat gelatin
adalah mudah dilarutkan pada air hangat. Prinsip inilah yang menjadikan ABET
bisa larut bila dicampurkan air panas. Oleh karena itu, ABET memiliki
keunggulan perubahan bentuk fisik baik menjadi gel maupun larutan tergantung
selera konsumen.
4.2 Analisis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pengembangan bioteknologi aplikasi
gelatin ikan tuna sebagai bahan campuran pembuatan ABET yang berfungsi
mengatasi penuaan dini merupakan sebuah
terobosan baru dalam memberikan solusi
pemanfaatan sumber daya kemaritiman dan
alternatif pangan gelatin. Selain itu,
pemanfaatan ikan tuna yang merupakan peningkatan nilai tambah komoditas perikanan
dan kelautan Indonesia. Hal ini juga dapat memperbaiki kelemahan komoditas pertanian yang mudah rusak, harga murah, musiman, dan kamba
dengan mengolahnya secara bioagroindustri. Adanya subtitusi gelatin ikan tuna sebagai gelatin
tablet menunjukkan bahwa
komoditas perikanan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan
yang bernilai tambah tinggi.
4.3 Analisis Sosial Ekonomi
Pengembangan bioteknologi aplikasi gelatin ikan tuna sebagai
bahan campuran pembuatan ABET yang berfungsi mengatasi penuaan dini merupakan upaya peningkatan nilai tambah
suatu komoditas perikanan. Added value ini dapat dijadikansalah satu cara
meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama nelayan ikan tuna. Pemanfaatan
nilai tambah ikan tuna sebagai gelatin juga menjadi sarana sosialisasi dan
edukasi masyarakat mengenai agroindustri dalam meningkatkan nilai suatu
komoditas dengan menjadikannya suatu produk.
Selain itu , pengembangan gelatin ikan tuna membukan
kesempatan bisnis baru tentang potensi perikanan nasional.Peningkatan
kesejahteraan nelayan pun akan meningkat karena ikan tangkapannya memiliki
pasar tambahan yakni sebagai gelatin dan pangan. Dengan peningkatan kesejahteraan
nelayan secara agregat akan membantu pembangunan nasional baik sumber daya manusia maupun ekonomi
bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan dapat mengurangi impor
gelatin Indonesia secara signifikan. Data impor gelatin Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 . Data
impor gelatin Indonesia 2002-2006
Tahun
|
Bobot (Kg)
|
Nilai (US$)
|
2002
|
4.291.579
|
10.749.199
|
2003
|
2.144.372
|
6.801.882
|
2004
|
2.145.916
|
8.001.714
|
2005
|
2.630.692
|
8.064.802
|
JAN-MEI
2006
|
1.214.111
|
4.215.779
|
2007
|
2.715.782
|
9.535.128
|
Sumber : BPS (2007)
Berdasarkan data sampai tahun 2007, dapat
diketahui bahwa rata-rata impor gelatin adalah 2 juta/tahun dengan nilai impor
dollar yang tinggi. Apabila nilai mata uang dolar terhadap rupiah semakin
menguat maka nilai impor gelatin per tahunnya akan meningkat pesat. Oleh
karenanya dibutuhkan alternatif gelatin ikan tuna yang akan memberikan dampak
positif bagi peningkatan nilai tambah komoditas lokal dan kesejahteraan
nelayan. Penggantian gelatin dengan sumber ikan tuna ini diharapkan dapat
mengurangi jumlah impor gelatin nasional sekaligus menjadi pondasi dasar
Indonesia dalam eksplorasi perikanan untuk menghadapi persaingan perdagangan
bebas AFTA 2015. Selain itu, dengan sumber gelatin ikan dapat menggantikan
sumber gelatin babi yang selama ini banyak digunakan namun sering menimbulkan
banyak isu terkait kehalalannya di negara yang mayorits beragama Islam seperti
Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan permintaan pasar terhadap gelatin telah meningkat selama
bertahun-tahun. Laporan terkini mengindikasikan produksi gelatin dunia
mendekati angka 326.000 ton per tahun, dimana gelatin dari kulit babi sebesar
46%, dari kulit sapi sebesar 29,4%, dari tulang sapi sebesar 23,1%, dan dari
sumber lain sebesar 1,5% (Karim dan Bhat, 2009).
5
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gelathyn Tablet (ABET) dibuat
dari gelatin Tipe A dengan memanfaatkan hasil limbah kulit dan tulang ikan
tuna. Pemanfaatan gelatin dari limbah kulit dan tulang ikan tuna merupakan
solusi permasalahan gelatin bagi beberapa manusia beragama. Gelatin ikan tuna
memiliki fungsi sebagai minuman yang
memiliki khasiat dalam mengatasi penuaan dini.
Selain itu, pengembangan gelatin ikan tuna membukan kesempatan bisnis
baru tentang potensi perikanan nasional.Peningkatan kesejahteraan nelayan pun
akan meningkat karena ikan tangkapannya memiliki pasar tambahan yakni sebagai
gelatin dan pangan. Dengan peningkatan kesejahteraan nelayan secara agregat
akan membantu pembangunan nasional baik sumber daya manusia maupun ekonomi
bangsa Indonesia.
4.2 Saran
Perlu dilakukan
pengembangan terhadap produk ABET sebagai upaya peningkatan nilai tambah limbah
ikan tuna.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruldin, M. 2007. Pembuatan
dan Analisis Karakteristik Gelatin dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus Albacares).Skripsi.Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2007. Buletin
Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor.
Jakarta.
Fahrul.2005. Kajian
Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga)dan
Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku Industri.
Imeson A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food.
UK:Blackie Academic and Professional.
Jongjareonrak, A., Benjakul, S., Visessanguan, W., dan
Tanaka, M. 2006. Skin gelation from bigeye snapper and brownstripe red snapper:
Chemical composition and effect of mcrobial transglutaminase on gel properties.
Food Hydrocolloids (In press).
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010.
Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
[LPPOM
MUI]. Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat Makanan. 2008. Halal menentramkan
umat. Jurnal Halal72.
Safira. 2004.
Aplikasi Gelatin Tipe A sebagai Bahan Pengental dalam Pembuatan Skin Lotion. Skripsi.Jurusan Teknologi
Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Vail, E.G., J.A. Philips,
L.O. Rust, R.M. Griswold dan M.M. Justin.1978.Foods.7th ed. Boston: Houghton Mifflin Company.
We have been providing the best information about ABET (TABLET GELATIN): Produk Minuman Tablet Effervescent Multi Pelarut Praktis Berbahan Gelatin Limbah Ikan Tuna For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim
Comments
Post a Comment