KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL
Welcome friends Mohammad Nizam Mustaqim’s Blog. In this blog you will get some informations about :
my favorite writing for KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL | KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL I believe | KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL can give you inspiration and more others benefit
We have been providing the best information about KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim
my favorite writing for KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL | KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL I believe | KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL can give you inspiration and more others benefit
Kedelai (Salah Satu Komoditas Impor) |
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah bahkan beberapa komoditas pertanian, perikanan, dan perkebunannya hampir tanpa pesaing. Tanpa pesaing yang dimaksud misalnya negara-negara yang tidak memilik lahan pertanian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya seperti Singapura, Jepang, dan Hongkong. Hongkong merupakan negara kota yang berpenduduk padat. Luas lahan pertanian di Hongkong hanya 7 % dari luas total, sehingga 75 % kebutuhan sayuran dan buah harus diimpor. Berdasarkan data Hongkong Export and Import. Jenis sayuran yang diimpor adalah kentang, tomat, kol, brokoli, selada, wartel, ketimun, jamur, asparagin dan bayam. Indonesia berpeluang untuk mengisi pasar sayuran untuk jenis tomat, kubis, dan wortel. Pangsa pasar ini sangat menjanjikan bagi negara di sekitarnya seperti Indonesia terlebih untuk komoditas yang hanya bisa tumbuh di Indonesia. Diferensiasi komoditas dan keunikan inilah yang akan menjadi alasan tunggal ketergantungan konsumen untuk membeli barang.
Fenomena selama ini yang sering terjadi adalah keanehan distribusi dan branding komoditas lokal Indonesia. Bila kita tinjau lebih jauh lagi, sebagian komoditas-komoditas tersebut di beli oleh perusahaan-perusahaan luar negeri sebagai bahan baku untuk industri yang sebagian besar dilempar kembali ke pasar internasional termasuk Indonesia. Beberapa komoditas ekspor dikirim ke negara lain dengan merk (brand) sesuai yang dibuat dalam negeri ataupun tanpa merk (komoditas polos). Komoditas polos (unbranded) biasanya oleh importir dibungkus lagi dengan brand mereka atau sering disebut repacking maupun dijual kembali dalam bentuk komoditas unbranded. Sebenarnya kekalahan komoditas lokal di pasar global disebabkan oleh ketidakmauan dan ketidakberanian memberikan nilai tambah terhadap komoditas ini. Nilai tambah yang diberikan bisa berupa pengolahan hulu, hilir, dan marketing. Yang lebih ditekankan disini adalah marketing. Marketing meliputi banyak aspek seperti pengemasan,promosi, distribusi, desain, dan branding. Hal yang seringkali kurang berani dilakukan oleh pemain dagang Indonesia ditekankan pada aspek branding. Telah kita ketahui di atas beberapa komoditas dikirim polos (unbranded) untuk diberikan merk sendiri selanjutnya produk jadi akan dikirm ke pasar internasional termasuk Indonesia. Ibaratnya kita membeli komoditas lokal yang diberikan kedok global. Contoh di pasaran misalnya snack cokelat merek Barley dari Malaysia yang sedang giat dipromosikan di pasar global padahal kakaonya diambil dari Sulawesi. Seharusnya konsumen yang cerdas bisa menangkap nilai fungsi dari produknya bukan sekedar kemasannya. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi branding produk lokal dilakukan dengan memberikan nuansa nama global yang diharapkan bisa lebih menjual. Contoh yang telah sukses adalah Sunpride yang diproduksi oleh PT Sewu Segar Nusantara (SSN) yang menjadi bagian dari Grup Gunung Sewu Kencana. Sunpride berhasil mendapatkan brand association sebagai merek buah berkualitas asli Indonesia. Kini selain pisang jenis Cavendish, Sunpride juga digunakan untuk merek buah pepaya, melon, jambu dan pisang mas sebagai varian produk mereka.
Realita yang terjadi di pasar menjadikan sebuah ironi tersendiri. Banyak pedagang mengganti nama komoditas hanya untuk meningkatkan penjualan. Contoh yang saya ambil adalah pepaya Calina, varitas temuan Prof.Dr.Ir Sriani Sujiprihati, MS dari Institut Pertanian Bogor. Pepaya callina yang merupakan buah lokal asli Indonesia tersebut, kini banyak ditanam para petani di berbagai daerah karena berbagai keunggulannya dan tingginya permintaan pasar. Pepaya berukuran kecil dengan bobot rata-rata 1,3 kg per buah ini banyak dijual di supermarket-supermarket besar, dilabel dengan nama “pepaya california”. Kalangan petani sendiri masih menyebutnya pepaya callina, tapi kemudian oleh pengusaha yang membeli diberi label sebagai pepaya california, sehingga seolah-olah itu pepaya asli dari Amerika Serikat. Hal ini sangat mencengangkan karena sebenarnya nama Calina sendiri dimaksudkan untuk memberikan nuansa brand global untuk komoditas pepaya ini.
Kita bisa bayangkan bila hal tersebut kita lakukan sendiri tanpa harus mengekspor barang mentah ke luar negeri dengan memproduksi sendiri menjadi bahan setengah jadi atau jadi. Lalu produk tersebut dilemparkan ke pasar lokal maupun internasional dengan merek dagang tersendiri. Secara agregat dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar dan juga memiliki nilai tambah tersendiri.serta meningkatkan pendapatan nasional. Oleh karena itu, mari kita cintai dan jadikan komoditas lokal agar lebih mengglobal.
It’s now or never, tomorrow will be too late
PROFIL
Nama : Mohammad Nizam Mustaqim
NIM : F34110043
Tempat tgl lahir : Gresik, 29 Juli 1993
HP : 085230734066
Pekerjaan : Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian IPB
Motto hidup : “you will never get it if you never try it and you will never try iy if you never WANT it”
We have been providing the best information about KOMODITAS LOKAL BERKEDOK GLOBAL For you. If you liked this information, please tell your friends on Facebook, Twitter, Pinterest, Google plus or Email using social buttons below. Happy Reading ^_^. Mohammad Nizam Mustaqim
Comments
Post a Comment